Laman

Sabtu, 05 Maret 2011

Apa sebenarnya yang membuat seseorang bisa menjadi kejam dan menjadi seorang diktator?


Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Stanford University pada 1971 pernah melakukan eksperimen untuk menguji kecenderungan manusia terhadap kekuasaan. Dalam penelitian itu, sekelompok mahasiswa secara acak berperan sebagai tahanan, sementara kelompok mahasiswa lainnya berperan sebagai penjaga tahanan.
Pada perkembangannya, para mahasiswa yang menjadi penjaga tahanan kemudian berubah menjadi kejam dan menekan. Di sisi lain, mahasiswa yang berperan sebagai tahanan, justru mulai menjadi orang yang pasif. Akhirnya, walaupun belum sampai seminggu, riset tersebut kemudian buru-buru dihentikan.

Ternyata kecenderungan seseorang menjadi diktator tidak terbentuk dalam satu malam.

Sebuah penelitian yang dilakukan pada 2010 dan dipublikasikan pada sebuah jurnal ilmu psikologi, menemukan bahwa orang-orang yang merasa dirinya berada dan berkecukupan, ternyata lebih buruk dalam membaca emosi orang lain, daripada orang-orang yang merasa dirinya miskin.

Menurut Dacher Keltner, salah seorang peneliti dari University of California-Berkeley, hal itu mungkin disebabkan oleh orang-orang yang tidak memiliki kekuasaan terbiasa untuk membangun aliansi dengan orang lain. Sementara, orang-orang yang memiliki kekuasaan, biasanya bisa melakukan hal-hal yang ia inginkan.

"Saat Anda mendapatkan kekuasaan, Anda akan berhenti untuk aktif dari lingkungan sosial Anda," ujar Keltner kepada LiveScience. Dan selanjutnya, orang- orang ini tidak bisa membaca kondisi emosi dari orang lain dengan baik.

Tak heran bila kemudian kekuasaan membuat seseorang menjadi impulsif, egois dan tidak bisa bersikap secara proporsional. Bahkan hal ini akan membuat orang itu menjadi terisolir.  "Anda tidak akan memiliki pemahaman terhadap kondisi sosial yang penting, seperti  kemiskinan," Keltner menjelaskan.

Sebuah studi lainnya yang dipublikasikan pada Psychological Science 2009, mengatakan bahwa orang yang telah 'terlatih' untuk berfikir bahwa dirinya berkuasa, biasanya sangat percaya bahwa mereka bisa mengendalikan situasi, bahkan terhadap sebuah kondisi yang acak, seperti saat ia musti 'berjudi' dengan dadu.

Maka, seorang tiran dan diktator seperti Fir'aun, Hitler, Hosni Mubarak, M Kadafi dan lainnya, biasanya memiliki kombinasi: gila kekuasaan, berhenti mendengarkan orang, bahkan percaya bahwa ia masih memiliki kontrol terhadap peristiwa yang acak. "Ilusi terhadap kontrol bisa menjadi salah satu jalan di mana kekuasaan justru menggiring ke kematiannya sendiri."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar